KEPEMIMPINAN GURU DALAM PENDIDIKAN
KEPEMIMPINAN
GURU DALAM PENDIDIKAN
(Konsep Kepemimpinan
Kombinatif)
Oleh : Andy Muhtadin
Pendahuluan
Sekolah
sebagai sistem sosial berfungsi dalam mengintegrasikan semua subsistem yang ada
di dalamnya, baik penyusunan tujuan dan nilai dari masyarakat untuk menjalankan
tujuan sekolah, maupun penggunaan pengetahuan untuk menjalankan tugas sekolah,
yaitu pengajaran dan pembelajaran [1]
sesuai dengan tuntutan keperluan
masyarakat. Di dalamnya diperlukan pengetahuan tentang pendidikan, psikologi,
komunikasi, bahasa, dan sebagainya dalam rangka mencapai tujuan pendidikan.
Dengan kata lain, sebagai suatu
organisasi, sekolah memiliki unsur atau komponen yang berfungsi dan saling
berhubungan dalam rangka mencapai tujuan sekolah. Komponen-komponen tersebut terdiri
kepala sekolah, wakil kepala sekolah, guru, karyawan, siswa dan masyarakat. Ada
pula unsur sarana dan prasarana, termasuk fasilitas dan finansial sekolah, di
samping komponen kurikulum pendidikan [2]
sebagai pedoman bagi proses pengajaran
dan pembelajaran. Untuk berperannya sekolah dengan optimal, peranan pimpinan
pendidikan sangat signifikan dalam menentukan arah dan kualitas kehidupan
masyarakat belajar. Pimpinan dalam pendidikan khususnya di sekolah adalah
kepala sekolah dan guru.
Pasal 4 Undang-undang Nomor 2 Tahun
1989 tentang Standar Pendidikan Nasional bahwa menetapkan tujuan pendidikan
nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia
Indonesia seutuhnya yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang
Maha Esa dan berbudi pekerti yang luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan,
kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan memiliki rasa
tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. [3]
Dari rumusan fungsi dan tujuan
pendidikan nasional jelaslah betapa besar tanggung jawab pendidikan nasional.
Melalui pendidikan nasional diharapkan dapat ditingkatkan kemampuan, mutu
kehidupan dan martabat manusia Indonesia, mutu kehidupan dan martabat manusia
Indonesia. Untuk itu, pendidikan nasional diharapkan menghasilkan manusia terdidik yang utuh baik keimanan, budi
pekerti, pengetahuan, keterampilan, kepribadian dan rasa tanggungjawabnya.
Untuk memperoleh fungsi dan tujuan
pendidikan nasional tersebut di atas, maka lembaga pendidikan perlu di-manage
(dikelola) secara efektif dan efisien. Dengan adanya Undang-undang No. 14 Tahun
2005 tentang guru dan dosen, mengisyaratkan betapa pentingnya peranan guru
dalam pendidikan. guru dijadikan garda terdepan bagi keberhasilan pendidikan. [4]
Kalau kita
berbicara tentang kepemimpinan pendidikan, pada umumnya akan tertuju pada peran
dan tugas seorang kepala sekolah. Pemahaman dan persepsi seperti ini bisa
dimaklumi karena hampir sebagian besar penelitian dan literatur yang membahas
tentang kepemimpinan pendidikan lebih cenderung membicarakan tentang
kepemimpinan kepala sekolah. Sementara penelitian dan literatur yang mengkaji
secara spesifik tentang kepemimpinan guru tampaknya masih relatif terbatas.
Permasalahan
siswa saat ini begitu kompleks sehingga terkadang membingunkan dan bahkan
membuat frustasi orang tua dan para pendidik. Permasalahan aspek pribadi dan
sosial yang sering kita dengar adalah cara berpakaian yang kurang pantas, cara
berbicara yang tidak santun, bolos, bertindak anarkis dengan merusak peralatan
atau fasilitas sekolah maupun fasilitas umum, tawuran, bullying,
minum-minuman keras, menonton VCD prono, pergaulan bebas serta perbuatan
kriminal lain yang tidak seharusnya dilakukan siswa. Sementara pada aspek
belajar adalah seperti tidak gemar membaca, tidak mau mengerjakan PR, tidak
berkonsentrasi di kelas, nilai ulangan yang rendah, dan lain sebagainya.
Permasalahan-permasalahan
tersebut muncul karena dipicu oleh fanyak faktor yang berasal dari lingkungan
rumah, masyarakat, dan bahkan sekolah. Faktor-faktor-faktor pemicu yang bersal
dari rumah mencakup kurangnya pengawasan orang tua, sikap permisif orang tua,
dan kurangnya sikap teladan yang baik dari orang tua. Di masyarakat, maraknya
game komputer dan play station, warnet-warnet yang memiliki akses penuh
ke segala situs dalam artian tidak dilengkapi software anti situs-situs
yang tidak sesuai dengan perkembangan anak dan remaja, geng motor dan
berandalan, kurangnya kontrol dari masyarakat dan institusi penegak hukum
adalah faktor-faktor pemicu permasalahan siswa.
Adapun
faktor pemicu yang berasal dari sekolah di antaranya adalah jumlah siswa yang
terlalu banyak sehingga kurangnya kontrol, kurang maksimalnya pelaksanaan peran
pendidikan, kemampuan, pengelolaan/manajemen para administrator dan pendidik
yang rendah dalam hal ini aspek kepemimpinannya.
Hal terakhir
berkenaan dengan aspek kepemimpinan mendapat perhatian utama di sini karena
aspek inilah yang merupakan hal yang paling dianggap berperan. Kepemimpinan yang berkualitas tinggi
sesungguhnya dapat mengubah berbagai hal termasuk sikap dan perilaku
orang-orang yang berada dalam suatu komunitas termasuk juga komunitas sekolah
baik guru, kepala sekolah, pegawai sekolah, terlebih lagi siswa. Dengan
kepemimpinan yang baik di sekolah pada umumnya dan kepemimpinan di dalam kelas
pada khususnya oleh para pendidik, permasalahan-permasalahan siswa sebgaimna
disebutkan di atas, sedikit banyak akan dapat teratasi.
Dalam
pembahasan makalah ini, penulis mencoba meramu konsep kepemimpinan yang
diadopsi dari teori dan konsep kepemimpinan yang ada, yang sekiranya efektif
bila diterapkan dalam kepemimpinan guru dalam pendidikan. ada baiknya bila kita
melihat konsep kepemimpinan secara umum, untuk kemudian diadopsi dan
disesuaikan dengan berbagai teori tentang kependidikan. Untuk itu, rumusan
pembahasan dalam makalah ini sebagai berikut:
1. Bagaimana konsep
kepemimpinan secara global?
2. Bagaimana konsep
kepemimpinan dalam Islam?
3. Bagaimana peranan guru
dalam pendidikan?
4. Bagaimana konsep
kepemimpinan guru dalam pendidikan?
Pembahasan
1. Konsep Kepemimpinan
Menurut A. Dale Timpe, Pemimpin yang efektif adalah seseorang
yang memiliki kepekaan untuk menentukan keputusan, kemampuan untuk menentukan
gaya kepemimpinan mana yang paling tepat, serta keluwesan perilaku untuk menyesuaikan
diri dengan gaya kepemimpinan yang dianutnya dalam situasi kerja nyata. [5]
Dari konsep di atas,
dapat kita pahami bahwa pemimpin yang kreatif mampu menghadapi tantangan dan
mampu mengantisipasinya berdasarkan daya kreatifitasnya. Pemimpin yang kreatif
akan penuh dengan inovasi-inovasi yang selalu menyesuaikan dengan keadaan dan
situasi yang ada, dengan artian memiliki pemikiran perspektif, bukan normatif.
Pemimpin yang kreatif akan memiliki sikap mandiri, yang akan berpengaruh
terhadap keputusan-keputusan yang akan diambilnya berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan yang matang, bukan intimidatif.
Sedangkan beberapa
type kepemimpinan, di antaranya adalah sebagai berikut:
K. Lewin, R. Loppitt dan R. White
mengidentifikasikan tiga gaya dasar kepemimpinan, yaitu: [6]
1. Otoriter; di mana pemimpin memegang semua kekuasaan dan
pengaruh dalam mengambil keputusan.
2. Demokratis; pemimpin
membagi kekuasaan dan pengaruh dengan kelompok lain dalam hal mengambil
keputusan
3. Kendali Bebas; di
mana semua kekuasaan dan pengaruh dalam mengambil keputusan diberikan penuh
kepada kelompok
Dalam pengertian produktifitas dan kepuasan,
maka gaya kepemimpinan terbaik adalah gaya demokratis, sedangkan masa-masa
dahulu dipercaya bahwa kepemimpinan otoriterlah yang paling efektif.
Sedangkan jenis kepemimpinan menurut teori
yang lain, dibagi menjadi dua; status leadership dan personal
leadership.[7]
Status leadership adalah kepemimpinan seperti halnya dalam organisasi
pada umumnya, yang dapat diangkat dan diberhentikan dengan aturan-aturan yang
berlaku dalam organisasi tersebut. Sedangkan personal leadership adalah
kepemimpinan yang ada pada diri individu tanpa adanya jabatan seperti halnya status
leadership.
Senada dengan
pernyataan di atas, Veithzal Rivai mengetengahkan model kepemimpinan
yang dikenal dengan sebutan Superleadership, yaitu memimpin orang lain
untuk menjadi pemimpin bagi diri mereka sendiri. [8]
Model Superleadership sangat diperlukan dalam organisasi yang berbasis
informasi dengan perubahan yang sangat cepat seperti sekarang ini. Ide
dasar superleadership adalah:
1. Lebih banyak mendengarkan dan lebih
sedikit bicara;
2. Lebih banyak bertanya dan memberi
sedikit jawaban;
3. Membantu belajar dari kesalahan,
tidak takut pada konsekuensi;
4. Memberikan pemecahan masalah
dengan orang lain daripada menyelesaikan masalah untuk orang lain;
5. Berbagi informasi
daripada menyimpannya;
6. Memberikan kreatifitas,
bukan memberikan persesuaian;
7. Membentuk teamwork dan
kolaborasi, bukan kompetisi
destruktif;
8. Membantu ketidaktergantungan
dan saling ketidaktergantungan, bukan ketergantungan;
9. Mengembangkan komitmen self
leader, bukan sedekar pengikut yang tunduk;
10. Memimpin orang lain untuk
memimpin diri mereka sendiri, bukan di bawah kontrol orang lain;
11. Membangun struktur
organisasi yang mendukung self leadership seperti self managiing.
12. Membangun sistem informasi
melalui intranet dan internet yang mendukung self leadership
13. Membangun budaya self-leading
di seluruh organisasi.
Dari pernyataan tersebut di atas, dapat
kita pahami bahwa Superleadership berkeyakinan bahwa seorang pemimpin
yang sukses adalah bila dia bisa menciptakan pemimpin yang baik. Seorang
pemimpin Superleader berusaha membimbing orang lain untuk memimpin
dirinya sendiri dan membantu pengikutnya untuk mengembangkan kemampuan “self
leadership”nya untuk memberikan kontribusi yang maksimal bagi organisasi.
Seorang Pemimpin Superleader akan melipat gandakan kekuatannya
melalui kekuatan orang lain dan mendorong pengikutnya untuk memiliki inisiatif
sendiri, rasa tanggung jawab, rasa percaya diri, penyusunan tujuan sendiri,
berfikir positif dan mengatasi masalahnya sendiri, agar tidak tergiur dengan
segala hal bersifat instan, [9]
terutama dalam hal pendidikan, karena
mayoritas hal-hal yang instan hanyalah merupakan formalitas belaka, jauh
panggang daripada api, tak sesuai yang diharapkan. Pemimpin Superleader senantiasa
mendorong pengikutnya untuk melaksanakan tanggung jawabnya dari pada
memberikan perintah dan memberi keyakinan bahwa pengikutnya memerlukan
informasi dan ilmu pengetahuan untuk melatih “self leadership”nya.
2. Konsep Kepemimpinan Dalam Islam
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kepemimpinan berasal dari
kata pimpin, yang artinya perihal pemimpin atau cara memimpin. Dari pemaknaan
bahasa ini, dapatlah kita pahami bahwa kepemimpinan adalah suatu cara yang
dilakukan oleh seorang pemimpin dalam memimpin sesuatu yang dipimpinnya.
Contoh. Apabila ada seorang pemimpin yang memerintah rakyatnya dengan cara
otoriter atau demokratis, maka itulah yang dikatakan kepemimpinan.
Lalu, bagaimana
pemahaman tentang siapa pemimpin itu? Secara bahasa yang paling mudah kita
pahami, pemimpin adalah orang yang
memimpin. Di negara ini ada presiden, gubernur, walikota, bupati, dan lainnya.
Mereka semua adalah pemimpin.
Dalam Islam, pemahaman
pemimpin diperluas lagi lingkupnya. Tidak terbatas hanya pada pemimpin formal
di suatu negara yang memiliki rakyat, sebagaimana diriwayatkan oleh Ibn Umar
ra, dari Nabi SAW bahwa beliau bersabda: [10]
Artinya:
Ketahuilah, masing-masing kamu adalah
pemmpin, dan masing-masing kamu akan dimintai pertanggungjawaban terhadap apa
yang dipimpin. Seorang raja yang memimpin rakyat adalah pemimpin, dan ia akan
dimintai pertanggungjawaban terhadap yang dipimpinnya. Seorang suami adalah
pemimpin anggota keluarganya, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban terhadap
mereka. Seorang isteri juga pemimpin bagi rumah tangga serta anak suaminya, dan
ia akan dimintai pertanggungjawaban terhadap yang dipimpinnya. Seorang budak
juga pemimpin atas harta tuannya, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban
terhadap apa yang dipimpinnya. Ingatlah! Masing-masing kamu adalah pemimpin dan masing-masing kamu akan dimintai
pertanggungjawaban atas apa yang dipimpinnya. (HR. Muslim)
Hadits ini menyampaikan
pesan kepada kita, bahwasanya setiap manusia mempunyai tugas memimpin. Artinya,
walaupun kita bukan seorang presiden, menteri, gubernur, bupati, atau pemegang
jabatan-jabatan penting lainnya di pemerintahan, kita tetaplah seorang pemimpin
yang memimpin diri masing-masing.
Dari Hadits tersebut
telah ditegaskan, kepemimpinan mempunyai makna yang sangat luas. Tidak hanya
mereka yang menjabat sebagai kepala pemerintahan yang bisa disebut sebagai
pemimpin. Seorang suami adalah pemimpin. Isteri adalah pemimpin, bahkan gurupun
juga seorang pemimpin, dan masing-masing adalah pemimpin bagi dirinya sendiri.
Pemimpin dapat pula
disebut sebagai orang yang mengemban amanah. Kepala keluarga mempunyai amanah
menjaga anak-anak dan isterinya. Seorang guru juga mempunyai amanah untuk
mencerdaskan anak bangsa. Bahkan diri kita sendiri adalah pemimpin atas tubuh
kita sendiri. Sebagai pemimpin kita wajib menjaga tubuh agar tetap sehat dan
jangan sampai berbuat maksiat.
Dalam Islam, pemimpin
mempunyai banyak istilah, di antaranya adalah ra’in, syekh, imam, umara’,
kaum, wali dan khalifah, [11] yang mana masing-masing mempunyai
karakteristik dalam peruntukannya.
Menjadi pemimpin
memang bukan sebuah pilihan yang tiba-tiba saja datang menghampiri seseorang.
Ada semacam syarat yang harus dipunyai oleh mereka yang pantas memimpin, sebagaimana
dicontohkan oleh Rasulullah SAW, antara lain: [12]
1. Adil
2. Arif
dan bijaksana
3. Jujur
dan Amanah
4. Lembut
sekaligus tegas
5. Sederhana
6. Rendah
hati
7. Pemaaf
3. Peranan Guru Dalam Pendidikan
Peran guru yang dimaksud di sini adalah berkaitan dengan
peran guru dalam proses pembelajaran yang merupakan inti dari pendidikan itu
sendiri. Guru merupakan faktor penentu yang sangat dominan dalam pendidikan
pada umumnya, karena guru lah yang memegang peranan dalam proses pembelajaran,[13]
dimana proses pembelajaran tersebut merupakan inti dari proses pendidikan
secara keseluruhan.
Proses pembelajaran
merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa
atas hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk
mencapai tujuan tertentu, di mana dalam proses tersebut terkandung multiperan
dari guru.
Peranan guru meliputi
banyak hal, yaitu guru dapat berperan sebagai pengajar, pemimpin kelas,
pembimbing, pengatur lingkungan belajar, perencana pembelajaran, supervisor,
motivator, evaluator, yang mana keseluruhan itu memerlukan sikap kepemimpinan.
Ada beberapa peranan
guru yang merupakan cerminan dari kepemimpinannya di dalam proses pembelajaran,
sebagaimana yang dinyatakan Rusman (2012) adalah sebagai berikut: [14]
1. Guru
melakukan diagnosis terhadap perilaku awal siswa
2. Guru
merencanakan pembelajaran
3. Guru
melaksanakan proses pembelajaran
4. Guru
sebagai pelaksana administrasi sekolah
5. Guru
sebagai komunikator
6. Guru
harus mampu mengembangkan keterampilan diri
7. Guru
mengembangkan potensi anak
8. Guru
sebagai pengembang kurikulum sekolah
Tugas guru
sesungguhnya sangatlah berat dan rumit karena menyangkut nasib dan masa depan
generasi manusia, sehingga kita sering mendengar tuntutan dan harapan
masyarakat agar guru harus mampu mencerminkan tuntutan situasi dan kondisi
masyarakat ideal di masa mendatang. Akibat tuntutan yang berlebihan sering kali
guru menjadi cemoohan masyakarat ketika hasil kerjanya kurang memuaskan dalam
artian peserta didik tidak mampu mencapai tujuan pendidikan secara optimal,
namun guru sering dilupakan jika peserta didik berhasil menjadi kebanggaan bagi
masyarakat, karena yang dipandang adalah orang tuanya, bukan guru yang
mendidiknya. Mengingat demikian strategisnya tugas guru, maka guru harus
memiliki kompetensi profesional yang memadai.
Rusman membagi tugas guru menjadi tiga
kategori, yaitu:
1. Tugas profesi;
2. Tugas guru dalam bidang kemanusiaan di
sekolah;
3. Tugas guru dalam bidang kemasyarakatan. [15]
Tugas guru sebagai tugas
profesi adalah bahwa seorang guru harus melakukan proses pendidikan,
pengajaran, dan pelatihan. Sejarah senantiasa menceritakan bagaimana guru itu
memegang peranan penting dalam menjalan dan mengendalikan pimpinan negara dan
kerajaan. Misalnya pada zaman keemasan Islam, [16]
zaman-zaman kerajaan, dimana guru menjadi penasihat raja, dan begitu pula pada zaman-zaman
Yunani kuno, di mana guru-guru (ilmuwan) mewarnai dan mempengaruhi perjalanan
sejarah Yunani. Tugas guru adalah
memberikan pendidikan kepada para peserta didik, dalam hal ini guru harus
berupaya agar para siswa dapat meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup.
Pada tataran ini guru dituntut untuk dapat menjalankan dan menjadikan pedoman
dari nilai-nilai tersebut. Siswa tidak hanya dituntut untuk pandai, akan tetapi
siswa dituntut untuk memiliki moral atau akhlak yang baik. Perilaku guru akan
sangat berpengaruh pada kepribadian anak, karena konsep guru adalah sosok
manusia yang harus “digugu dan ditiru”, sehingga penampilan seorang guru harus
memiliki sikap keteladanan.
Tugas guru adalah
memberikan pengajaran kepada peserta didik karena itu guru dituntut untuk
terampil dalam menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi serta dinamika masyarakat yang tidak pernah berhenti
harus menjadi perhatian guru. Guru merupakan sosok manusia akademis yang
memiliki intelektual yang memadai,[17]
sehingga guru harus selalu memberikan
dan menjawab segala kebutuhan siswa dalam menjalankan proses pembelajaran.
Tugas guru adalah sebagai orang yang dapat
memberikan pelatihan kepada peserta didik. Untuk dapat melatih peserta didik
sudah tentu guru sendiri harus memiliki berbagai keterampilan dan mampu
menerapkannya. [18] Konsep kepelatihan ini adalah merupakan
perwujudan dari upaya guru memberikan keterampilan pada peserta didik.
Keterampilan yang dimiliki siswa adalah merupakan bekal bagi para siswa kelak
ketika kembali ke tengah-tengah masyakarat.
Kedua, tugas guru dalam bidang kemanusiaan di sekolah
adalah merupakan perwujudan dari tuntutan bahwa seorang guru harus mampu
menjadikan dirinya sebagai orang tua kedua bagi siswa. Guru harus tetap
menunjukkan wibawa, tapi tidak membuat siswa menjadi takut karena wibawa yang
diterapkannya.
Ketiga,
tugas guru dalam bidang kemasyarakatan. Tugas ini merupakan konsekuensi guru
sebagai warga negara yang baik, yang turut mengemban dan melaksanakan apa yang
telah digariskan oleh bangsa dan negara lewat Undang Undang Dasar 1945 dan GBHN.
Semua hal sebagaimana
tersebut di atas sesuai dengan prinsip pendidikan yang diusung oleh ki Hajar
Dewantara dengan prinsipnya “ ing
ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, tutwuri andayani”. Ketiga
tugas guru itu harus dilaksanakan secara bersama-sama dalam kesatuan tindakan
yang harmonis dan dinamis, karena menurut Ki Hajar Dewantara, Peribahasa itu
dalam hidup kita bukan perkataan saja, tetapi senantiasa dalam praktek.[19]
Seorang guru tidak hanya mengajar di
dalam kelas saja, tetapi harus mampu menjadi inisiator, motivator, dan
dinamisator pembangunan di mana ia bertempat tinggal. Ketiga tugas ini jika
dipandang dari segi siswa, maka guru harus memberikan nilai-nilai yang berisi
pengetahuan masa lalu, sekarang dan masa yang akan datang, berjiwa luhur dan
berbudi pekerti mulia, semampunya
mendahulukan kepentingan orang banyak di atas kepentingan pribadi dan golongan,
sehingga tidak mewarisi sifat “kruidenierspolitiek” yang dimiliki oleh
penjajah Belanda. [20] Pengetahuan yang guru berikan kepada siswa
harus mampu membuat siswa memilih nilai-nilai hidup yang semakin kompleks dan
harus mampu membuat siswa berkomunikasi dengan sesamanya di dalam masyarakat.
4. Analisis Konsep Kepemimpinan Guru dalam Pendidikan
Surya mendefinisikan guru yang
profesional sebagai guru yang memiliki keahlian, tanggung jawab dan rasa
kesejawatan.[21] Yang dimaksud dengan memiliki keahlian adalah
memiliki kompetensi yang layak untuk menjadi guru. Kompetensi disini diartikan
sebagai keseluruhan pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diperlukan oleh
seseorang dalam kaitan dengan tugas seorang guru. Berkenaan dengan
tanggungjawab, guru dalam menjalankan segala aktifitasnya terutama aktifitas
profesionalnya haruslah disertai rasa tanggungjawab terhadap Allah SWT, bangsa
dan negara, lembaga tempat mengabdi, organisasi profesi, dan kode etik
jabatannya.
Menurut analisa penulis, dari
beberapa type kepemimpinan, kepemimpinan guru dalam pendidikan lebih tepat bila
menggunakan type kombinasi antara demokratis dan otoriter. Dalam kondisi tertentu
yang memang tidak memungkinkan lagi bagi seorang guru bernegosiasi dengan
kondisi pembelajaran yang tidak kondusif, maka type otoriter cenderung efektif
dalam mengendalikannya.
Dalam pelaksanaannya,
kepemimpinan guru dalam pendidikan tidak hanya sebatas dalam kelas, karena itu hendaknya perilaku guru
dapat memberikan teladan, membangun semangat dan menanamkan pengaruh yang baik
supaya anak didik memiliki perilaku yang baik seperti yang ditetapkan dalam
tujuan-tujuan pendidikan, dan tidak kalah pentingnya adalah bagaimana
memberikan kesadaran bagi anak didik bahwa mereka bertanggungjawab terutama
pada diri mereka sendiri, bahwa apa yang
mereka lakukan akan berakibat pada kehidupan mereka di kemudian hari. Untuk itu
perlu ditanamkan self-leading bagi mereka dalam pembelajaran, dan hal
tersebut merupakan bagian dari tugas guru sebagai pemimpin dalam pembelajaran.
Ahmad
Sudrajat menyebutkan bahwa kepemimpinan guru memfokuskan pada 3 dimensi
pengembangan, yaitu: [22]
1. Pengembangan
individu;
2. Pengembangan tim; dan
3
Pengembangan organisasi.
Dimensi pengembangan individu merupakan dimensi utama yang
berkaitan dengan peran dan tugas guru dalam memanfaatkan waktu di kelas bersama
siswa. Disini guru dituntut untuk menunjukkan keterampilan kepemimpinannya
dalam membantu siswa agar dapat mengembangkan segenap potensi yang dimilikinya,
sejalan dengan tahapan dan tugas-tugas perkembangannya. Melalui keterampilan
kepemimpinan yang dimilkinya, diharapkan dapat menghasilkan berbagai inovasi
pembelajaran, sehingga pada gilirannya dapat tercipta peningkatan kualitas
prestasi belajar siswa.
Dimensi pengembangan tim menunjuk pada upaya kolaboratif untuk
membantu rekan sejawat dalam mengeksplorasi dan mencobakan gagasan-gagasan baru
dalam rangka meningkatkan mutu pembelajaran, melalui kegiatan mentoring,
pengamatan, diskusi, dan pemberian umpan balik yang konstruktif. Dimensi yang
kedua ini berkaitan upaya pengembangan profesi guru.
Sedangkan dimensi organisasi menunjuk pada peran guru untuk
mendukung kebijakan dan program pendidikan di sekolah (dinas pendidikan),
mendukung kepemimpinan kepala sekolah dalam melakukan reformasi pendidikan di
sekolah serta bagian dari peran serta guru dalam upaya mempertahankan
keberlanjutan sekolah.
Ketiga dimensi di atas memberikan gambaran tentang peran guru dalam memimpin siswanya, peran
guru dalam memimpin rekan sejawatnya dan peran guru dalam memimpin komunitas
pendidikan yang lebih luas.
Sehubungan dengan wilayah kepemimpinan guru yang dominan berkenaan
dengan pembelajaran di kelas, maka guru diharapkan memiliki keterampilan
sebagaimana dinyatakan oleh Made Pidarta [23]
tentang keterampilan-keterampilan guru sebagai pemimpin di kelas, yaitu:
1. Keterampilan konsep
2. Keterampilan manusiawi
3. Keterampilan teknik
Salah satu hambatan terbesar untuk menumbuhkan kepemimpinan guru
yaitu masih mendominasinya penerapan model kepemimpinan “top-down” di sebagian
besar sekolah. Guru masih seringkali diposisikan sebagai bawahan yang harus
tunduk dan taat pada atasan secara taklid. Dalam konteks ini, tentu dibutuhkan
dukungan dari semua pihak, terutama dari kepala sekolah untuk rela berbagi
kekuasaan dan kewenangan, tanpa harus merasa khawatir akan kehilangan identitas
kewibawaannya. Kepala sekolah harus memiliki keyakinan bahwa setiap guru pada
dasarnya memiliki potensi kepemimpinan, dan apabila diberi kesempatan untuk
mengekspresikan dan mengaktualisasikan potensi kepemimpinannya, mereka bisa
tampil sebagai pemimpin-pemimpin hebat, yang dapat dimanfaatkan untuk
semakin memperkuat eksistensi sekolah sekaligus melengkapi kepemimpinan
administratif yang menjadi tanggung jawabnya, sehingga guru secara
implementatif dapat menjadi orang yang digugu dan ditiru serta menjadi insan
yang ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, tut wuri andayani
dengan berlandaskan keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Kesimpulan
Berbicara
masalah kepemimpinan dalam pendidikan seringkali kita terfokus tentang
kepemimpinan pendidikan yang lebih cenderung membicarakan tentang kepemimpinan
kepala sekolah, padahal kepemimpinan guru adalah bagian yang sangat esensial
bagi pendidikan.
Dalam pelaksanaannya, kepemimpinan
guru dalam pendidikan tidak hanya sebatas dalam
kelas, karena itu hendaknya perilaku guru dapat memberikan teladan,
membangun semangat dan menanamkan pengaruh yang baik supaya anak didik memiliki
perilaku yang baik seperti yang ditetapkan dalam tujuan-tujuan pendidikan, dan
tidak kalah pentingnya adalah bagaimana memberikan kesadaran bagi anak didik
bahwa mereka bertanggungjawab terutama pada diri mereka sendiri, bahwa apa yang mereka lakukan akan berakibat
pada kehidupan mereka di kemudian hari. Untuk itu perlu ditanamkan self-leading
bagi mereka dalam pembelajaran, dan hal tersebut merupakan bagian dari tugas
guru sebagai pemimpin dalam pembelajaran.
Tugas guru dibedakan menjadi tiga, yaitu: 1. Tugas profesi; 2. Tugas guru dalam bidang kemanusiaan di
sekolah; 3. Tugas guru dalam bidang
kemasyarakatan.
Sehubungan
dengan wilayah kepemimpinan guru yang dominan berkenaan dengan pembelajaran di
kelas, maka guru diharapkan memiliki keterampilan sebagaimana dinyatakan oleh
Made Pidarta tentang
keterampilan-keterampilan guru sebagai pemimpin di kelas, yaitu: Keterampilan konsep, Keterampilan manusiawi, dan keterampilan teknik.
Peran
guru dalam kepemimpinannya hendaknya menjadi teladan, inisiator, dan motivator
yang seiring dengan konsep pendidikan Ki Hajar Dewantara ing ngarso sung
tulodo, ing madyo mangun karso, tut wuri andayani. Pada intinya, konsep
kepemimpinan guru merupakan konsep kombinatif karena tidak terlepas dari
peranan sosiologis, psikologis dan budaya masyarakat belajar yang ada dalam
wilayah kepemimpinannya.
Daftar
Pustaka
A. Dale Timpe, The Art and Science
of Business Management Leadership (terjemah), Jakarta: PT. Gramedia,
Cet. 5, 2002.
Darmaningtyas, Pendidikan
Rusak-Rusakan, Yogyakarta: LkiS, Cet. I, 2005.
Edward Sallis, Total Quality
Management In Education: Third Edition, London: Kogan Page, 2002
Ensiklopedia Hadits
kutubussittah-Shahih Muslim, Jakarta: Al-Mahira, Cet. I, 2012.
Heri Kurniawan, Leadership of
Muhammad, Yogyakarta: Quantum, Cet. I, 2013.
Indrayanto, dkk., Pengantar
Administrasi Pendidikan, Yogyakarta: Idea Press, Cet. I, 2009.
Johannes Pedersen, Fajar
Intelektualisme Islam (edisi Bahasa Indonesia). Bandung: Mizan. Cet. I,
1996.
Ki Hajar Dewantara, Bagian I –
Pendidikan, Yogyakarta: Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa, Cet. II, 1977.
Kunandar, Guru Profesional;
Implementasi KTSP dan Sukses Dalam Sertifikasi Guru. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, Cet. 7., 2011.
M. Natsir, Capita Selecta,
Bandung: W. Van Hoeve, 1954.
M. Surya, Psikologi Pembelajaran
dan Pengajaran, Bandung: Yayasan
Bhakti Winaya, 2003.
Made Pidarta, Manajemen Pendidikan
Indonesia, Jakarta: Bina Aksara, Cet. I, 1988.
Mohammad Hatta, Kumpulan Karangan,
Bulan Bintang, Cet. II, 1976.
Rusman, Seri Manajemen Sekolah
Bermutu; Model-Model Pembelajaran, mengembangkan profesionalisme guru,
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, Cet. 5, 2012.
Syafaruddin dan Anzizhan, Sistem
Pengambilan Keputusan Pendidikan, Jakarta: Grasindo, Cet. I, 2004.
Sufyarma, Kapita Selekta Manajemen
Pendidikan, Bandung: Alfabeta, Cet. 2. 2004.
Veithzal Rivai, Islamic
Leadership: membangun superleadership melalui kecerdasan spritual, Jakarta:
Bumi Aksara, Cet. I, 2009.
Akhmad Sudrajat dalam http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2013/05/02/kepemimpinan-guru-teacher-leadership/
diakses pada tanggal 01 November 2013
[1]
Indrayanto, dkk., Pengantar Administrasi Pendidikan, Yogyakarta: Idea
Press, Cet. I, 2009. Hlm. 26
[2]
Syafaruddin dan Anzizhan, Sistem Pengambilan Keputusan Pendidikan,
Jakarta: Grasindo, Cet. I, 2004. Hlm. 36.
[3]
Sufyarma, Kapita Selekta Manajemen Pendidikan, Bandung: Alfabeta, Cet.
2. 2004. Hlm.187
[4]
Kunandar, Guru Profesional; Implementasi KTSP dan Sukses Dalam Sertifikasi
Guru. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, Cet. 7., 2011. Hlm. 1
[5] A. Dale
Timpe, The Art and Science of Business Management Leadership (terjemah),
Jakarta: PT. Gramedia, Cet. 5, 2002.
Hlm. 131.
[6]
A. Dale Timpe, Kepemimpinan: Seri Manajemen Sumber Daya Manusia,
Jakarta: PT. Gramedia, Cet. 5, 2002. Hlm. 130
[7]
Syafaruddin dan Anzizhan, Sistem Pengambilan Keputusan Pendidikan,
Jakarta: Grasindo, 2004. Hlm. 39.
[8]
Veithzal Rivai, Islamic Leadership: membangun superleadership melalui
kecerdasan spritual, Jakarta: Bumi Aksara, Cet. I, 2009. Hlm. 51.
[9]
Darmaningtyas, Pendidikan Rusak-Rusakan, Yogyakarta: LkiS, Cet. I, 2005.
Hlm. 212
[10]
Ensiklopedia Hadits kutubussittah-Shahih Muslim, Jakarta: Al-Mahira, Cet. I,
2012. Hadits Nomor 3408
[11]
Heri Kurniawan, Leadership of Muhammad, Yogyakarta: Quantum, Cet. I,
2013. Hlm. 4-9.
[12]
Heri Kurniawan, Leadership ….. Hlm. 23-46
[13] Rusman,
Seri Manajemen Sekolah Bermutu; Model-Model Pembelajaran, mengembangkan
profesionalisme guru, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, Cet. 5, 2012.
Hlm. 58
[14]
Rusman, Seri Manajemen….. Hlm. 59-66
[15]
Rusman, Seri Manajemen ….. Hlm. 73
[16]
Johannes Pedersen, Fajar Intelektualisme Islam (edisi Bahasa Indonesia).
Bandung: Mizan.
Cet. I, 1996. Hlm. 38
[17] Lihat: M.
Natsir, Capita Selecta, Bandung: W. Van Hoeve, 1954. Hlm. 3-30 tentang sejarah pemikiran dan peradaban Islam
pada Daulah Abbasyiyyah yang menempatkan guru pada posisi mulia dengan
penghargaan dan penghormatan tanpa
membedakan agama dan keyakinan.
[18] Lihat :
Edward Sallis, Total Quality Management In Education: Third Edition,
London: Kogan Page, 2002. Hlm. 65. Penelitian Peters dan Austin menyebutkan
bahwa gaya kepemimpinan MBWA (management By Walking About) atau managemen
dengan melaksanakan, merupakan manajemen yang efektif dalam pendidikan. dan
kepemimpinan memiliki andil yang besar dalam menentukan mutu dalam sebuah
institusi.
[19] Ki
Hajar Dewantara, Bagian I – Pendidikan, Yogyakarta: Majelis Luhur
Persatuan Taman Siswa, Cet. II, 1977. Hlm. 7
[20]
Mohammad Hatta, Kumpulan Karangan, Bulan Bintang, Cet. II, 1976. Hlm.
400.
[21] M. Surya,
Psikologi Pembelajaran dan Pengajaran, Bandung: Yayasan Bhakti Winaya, 2003. Hlm. 141
[22] Akhmad
Sudrajat dalam http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2013/05/02/kepemimpinan-guru-teacher-leadership/
diakses pada tanggal 01 November 2013
[23]
Made Pidarta, Manajemen Pendidikan Indonesia, Jakarta: Bina Aksara, Cet.
I, 1988. Hlm. 219.
Komentar
Posting Komentar