Sabtu, 08 Desember 2018

KEPEMIMPINAN GURU DALAM PENDIDIKAN



KEPEMIMPINAN GURU DALAM PENDIDIKAN
(Konsep Kepemimpinan Kombinatif)
Oleh : Andy Muhtadin


Pendahuluan
Sekolah sebagai sistem sosial berfungsi dalam mengintegrasikan semua subsistem yang ada di dalamnya, baik penyusunan tujuan dan nilai dari masyarakat untuk menjalankan tujuan sekolah, maupun penggunaan pengetahuan untuk menjalankan tugas sekolah, yaitu pengajaran dan pembelajaran [1]   sesuai dengan tuntutan keperluan masyarakat. Di dalamnya diperlukan pengetahuan tentang pendidikan, psikologi, komunikasi, bahasa, dan sebagainya dalam rangka mencapai tujuan pendidikan.
            Dengan kata lain, sebagai suatu organisasi, sekolah memiliki unsur atau komponen yang berfungsi dan saling berhubungan dalam rangka mencapai tujuan sekolah. Komponen-komponen tersebut terdiri kepala sekolah, wakil kepala sekolah, guru, karyawan, siswa dan masyarakat. Ada pula unsur sarana dan prasarana, termasuk fasilitas dan finansial sekolah, di samping komponen kurikulum pendidikan [2]  sebagai pedoman bagi proses pengajaran dan pembelajaran. Untuk berperannya sekolah dengan optimal, peranan pimpinan pendidikan sangat signifikan dalam menentukan arah dan kualitas kehidupan masyarakat belajar. Pimpinan dalam pendidikan khususnya di sekolah adalah kepala sekolah dan guru.
            Pasal 4 Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Standar Pendidikan Nasional bahwa menetapkan tujuan pendidikan nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti yang luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan memiliki rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. [3]
            Dari rumusan fungsi dan tujuan pendidikan nasional jelaslah betapa besar tanggung jawab pendidikan nasional. Melalui pendidikan nasional diharapkan dapat ditingkatkan kemampuan, mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia, mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia. Untuk itu, pendidikan nasional diharapkan menghasilkan manusia  terdidik yang utuh baik keimanan, budi pekerti, pengetahuan, keterampilan, kepribadian dan rasa tanggungjawabnya.
            Untuk memperoleh fungsi dan tujuan pendidikan nasional tersebut di atas, maka lembaga pendidikan perlu di-manage (dikelola) secara efektif dan efisien. Dengan adanya Undang-undang No. 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen, mengisyaratkan betapa pentingnya peranan guru dalam pendidikan. guru dijadikan garda terdepan bagi keberhasilan pendidikan. [4]
            Kalau kita berbicara tentang kepemimpinan pendidikan, pada umumnya akan tertuju pada peran dan tugas seorang kepala sekolah. Pemahaman dan persepsi seperti ini bisa dimaklumi karena hampir sebagian besar penelitian dan literatur yang membahas tentang kepemimpinan pendidikan lebih cenderung membicarakan tentang kepemimpinan kepala sekolah. Sementara penelitian dan literatur yang mengkaji secara spesifik tentang kepemimpinan guru tampaknya masih relatif terbatas.
            Permasalahan siswa saat ini begitu kompleks sehingga terkadang membingunkan dan bahkan membuat frustasi orang tua dan para pendidik. Permasalahan aspek pribadi dan sosial yang sering kita dengar adalah cara berpakaian yang kurang pantas, cara berbicara yang tidak santun, bolos, bertindak anarkis dengan merusak peralatan atau fasilitas sekolah maupun fasilitas umum, tawuran, bullying, minum-minuman keras, menonton VCD prono, pergaulan bebas serta perbuatan kriminal lain yang tidak seharusnya dilakukan siswa. Sementara pada aspek belajar adalah seperti tidak gemar membaca, tidak mau mengerjakan PR, tidak berkonsentrasi di kelas, nilai ulangan yang rendah, dan lain sebagainya.
            Permasalahan-permasalahan tersebut muncul karena dipicu oleh fanyak faktor yang berasal dari lingkungan rumah, masyarakat, dan bahkan sekolah. Faktor-faktor-faktor pemicu yang bersal dari rumah mencakup kurangnya pengawasan orang tua, sikap permisif orang tua, dan kurangnya sikap teladan yang baik dari orang tua. Di masyarakat, maraknya game komputer dan play station, warnet-warnet yang memiliki akses penuh ke segala situs dalam artian tidak dilengkapi software anti situs-situs yang tidak sesuai dengan perkembangan anak dan remaja, geng motor dan berandalan, kurangnya kontrol dari masyarakat dan institusi penegak hukum adalah faktor-faktor pemicu permasalahan siswa.
            Adapun faktor pemicu yang berasal dari sekolah di antaranya adalah jumlah siswa yang terlalu banyak sehingga kurangnya kontrol, kurang maksimalnya pelaksanaan peran pendidikan, kemampuan, pengelolaan/manajemen para administrator dan pendidik yang rendah dalam hal ini aspek kepemimpinannya.
            Hal terakhir berkenaan dengan aspek kepemimpinan mendapat perhatian utama di sini karena aspek inilah yang merupakan hal yang paling dianggap berperan.  Kepemimpinan yang berkualitas tinggi sesungguhnya dapat mengubah berbagai hal termasuk sikap dan perilaku orang-orang yang berada dalam suatu komunitas termasuk juga komunitas sekolah baik guru, kepala sekolah, pegawai sekolah, terlebih lagi siswa. Dengan kepemimpinan yang baik di sekolah pada umumnya dan kepemimpinan di dalam kelas pada khususnya oleh para pendidik, permasalahan-permasalahan siswa sebgaimna disebutkan di atas, sedikit banyak akan dapat teratasi.
            Dalam pembahasan makalah ini, penulis mencoba meramu konsep kepemimpinan yang diadopsi dari teori dan konsep kepemimpinan yang ada, yang sekiranya efektif bila diterapkan dalam kepemimpinan guru dalam pendidikan. ada baiknya bila kita melihat konsep kepemimpinan secara umum, untuk kemudian diadopsi dan disesuaikan dengan berbagai teori tentang kependidikan. Untuk itu, rumusan pembahasan dalam makalah ini sebagai berikut:
1. Bagaimana konsep kepemimpinan secara global?
2. Bagaimana konsep kepemimpinan dalam Islam?
3. Bagaimana peranan guru dalam pendidikan?
4. Bagaimana konsep kepemimpinan guru dalam pendidikan?




Pembahasan
1.         Konsep Kepemimpinan
Menurut A. Dale Timpe, Pemimpin yang efektif adalah seseorang yang memiliki kepekaan untuk menentukan keputusan, kemampuan untuk menentukan gaya kepemimpinan mana yang paling tepat, serta keluwesan perilaku untuk menyesuaikan diri dengan gaya kepemimpinan yang dianutnya dalam situasi kerja nyata. [5]
   Dari konsep di atas, dapat kita pahami bahwa pemimpin yang kreatif mampu menghadapi tantangan dan mampu mengantisipasinya berdasarkan daya kreatifitasnya. Pemimpin yang kreatif akan penuh dengan inovasi-inovasi yang selalu menyesuaikan dengan keadaan dan situasi yang ada, dengan artian memiliki pemikiran perspektif, bukan normatif. Pemimpin yang kreatif akan memiliki sikap mandiri, yang akan berpengaruh terhadap keputusan-keputusan yang akan diambilnya berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang matang, bukan intimidatif.
   Sedangkan beberapa type kepemimpinan, di antaranya adalah sebagai berikut:
   K. Lewin, R. Loppitt dan R. White mengidentifikasikan tiga gaya dasar kepemimpinan, yaitu: [6]
1.       Otoriter;  di mana pemimpin memegang semua kekuasaan dan pengaruh dalam mengambil keputusan.
2.       Demokratis; pemimpin membagi kekuasaan dan pengaruh dengan kelompok lain dalam hal mengambil keputusan
3.       Kendali Bebas; di mana semua kekuasaan dan pengaruh dalam mengambil keputusan diberikan penuh kepada kelompok

   Dalam pengertian produktifitas dan kepuasan, maka gaya kepemimpinan terbaik adalah gaya demokratis, sedangkan masa-masa dahulu dipercaya bahwa kepemimpinan otoriterlah yang paling efektif.
   Sedangkan jenis kepemimpinan menurut teori yang lain, dibagi menjadi dua; status leadership dan personal leadership.[7]
Status leadership adalah kepemimpinan seperti halnya dalam organisasi pada umumnya, yang dapat diangkat dan diberhentikan dengan aturan-aturan yang berlaku dalam organisasi tersebut. Sedangkan personal leadership adalah kepemimpinan yang ada pada diri individu tanpa adanya jabatan seperti halnya status leadership.
   Senada dengan pernyataan di atas, Veithzal Rivai mengetengahkan model kepemimpinan yang dikenal dengan sebutan Superleadership, yaitu memimpin orang lain untuk menjadi pemimpin bagi diri mereka sendiri. [8] Model Superleadership sangat diperlukan dalam organisasi yang berbasis informasi dengan perubahan yang sangat cepat  seperti sekarang ini. Ide dasar superleadership adalah:
1.            Lebih banyak mendengarkan dan lebih sedikit bicara;
2.            Lebih banyak bertanya dan memberi sedikit jawaban;
3.            Membantu belajar dari kesalahan, tidak takut pada konsekuensi;
4.       Memberikan pemecahan masalah dengan orang lain daripada menyelesaikan masalah untuk orang lain;
5.       Berbagi informasi daripada menyimpannya;
6.       Memberikan kreatifitas, bukan memberikan persesuaian;
7.       Membentuk teamwork dan kolaborasi,  bukan kompetisi destruktif;
8.       Membantu ketidaktergantungan dan saling ketidaktergantungan, bukan ketergantungan;
9.       Mengembangkan komitmen self leader, bukan sedekar pengikut yang tunduk;
10.     Memimpin orang lain untuk memimpin diri mereka sendiri, bukan di bawah kontrol orang lain;
11.     Membangun struktur organisasi yang mendukung self leadership seperti self managiing.
12.     Membangun sistem informasi melalui intranet dan internet yang mendukung self leadership
13.     Membangun budaya self-leading di seluruh organisasi.

   Dari pernyataan tersebut di atas, dapat kita pahami bahwa Superleadership berkeyakinan bahwa seorang pemimpin yang sukses adalah bila dia bisa menciptakan pemimpin yang baik. Seorang pemimpin Superleader berusaha membimbing orang lain untuk memimpin dirinya sendiri dan membantu pengikutnya untuk mengembangkan kemampuan “self leadership”nya untuk memberikan kontribusi yang maksimal bagi organisasi.  Seorang Pemimpin Superleader akan melipat gandakan kekuatannya melalui kekuatan orang lain dan mendorong pengikutnya untuk memiliki inisiatif sendiri, rasa tanggung jawab, rasa percaya diri, penyusunan tujuan sendiri, berfikir positif dan mengatasi masalahnya sendiri, agar tidak tergiur dengan segala hal bersifat instan, [9]  terutama dalam hal pendidikan, karena mayoritas hal-hal yang instan hanyalah merupakan formalitas belaka, jauh panggang daripada api, tak sesuai yang diharapkan. Pemimpin Superleader senantiasa mendorong pengikutnya untuk melaksanakan tanggung jawabnya dari pada memberikan perintah dan memberi keyakinan bahwa pengikutnya memerlukan informasi dan ilmu pengetahuan untuk melatih “self leadership”nya.
2.         Konsep Kepemimpinan Dalam Islam
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kepemimpinan berasal dari kata pimpin, yang artinya perihal pemimpin atau cara memimpin. Dari pemaknaan bahasa ini, dapatlah kita pahami bahwa kepemimpinan adalah suatu cara yang dilakukan oleh seorang pemimpin dalam memimpin sesuatu yang dipimpinnya. Contoh. Apabila ada seorang pemimpin yang memerintah rakyatnya dengan cara otoriter atau demokratis, maka itulah yang dikatakan kepemimpinan.
   Lalu, bagaimana pemahaman tentang siapa pemimpin itu? Secara bahasa yang paling mudah kita pahami, pemimpin  adalah orang yang memimpin. Di negara ini ada presiden, gubernur, walikota, bupati, dan lainnya. Mereka semua adalah pemimpin.
   Dalam Islam, pemahaman pemimpin diperluas lagi lingkupnya. Tidak terbatas hanya pada pemimpin formal di suatu negara yang memiliki rakyat, sebagaimana diriwayatkan oleh Ibn Umar ra, dari Nabi SAW bahwa beliau bersabda: [10]

 








Artinya:
Ketahuilah, masing-masing kamu adalah pemmpin, dan masing-masing kamu akan dimintai pertanggungjawaban terhadap apa yang dipimpin. Seorang raja yang memimpin rakyat adalah pemimpin, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban terhadap yang dipimpinnya. Seorang suami adalah pemimpin anggota keluarganya, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban terhadap mereka. Seorang isteri juga pemimpin bagi rumah tangga serta anak suaminya, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban terhadap yang dipimpinnya. Seorang budak juga pemimpin atas harta tuannya, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban terhadap apa yang dipimpinnya. Ingatlah! Masing-masing kamu adalah  pemimpin dan masing-masing kamu akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dipimpinnya. (HR. Muslim)

   Hadits ini menyampaikan pesan kepada kita, bahwasanya setiap manusia mempunyai tugas memimpin. Artinya, walaupun kita bukan seorang presiden, menteri, gubernur, bupati, atau pemegang jabatan-jabatan penting lainnya di pemerintahan, kita tetaplah seorang pemimpin yang memimpin diri masing-masing.
   Dari Hadits tersebut telah ditegaskan, kepemimpinan mempunyai makna yang sangat luas. Tidak hanya mereka yang menjabat sebagai kepala pemerintahan yang bisa disebut sebagai pemimpin. Seorang suami adalah pemimpin. Isteri adalah pemimpin, bahkan gurupun juga seorang pemimpin, dan masing-masing adalah pemimpin bagi dirinya sendiri.
   Pemimpin dapat pula disebut sebagai orang yang mengemban amanah. Kepala keluarga mempunyai amanah menjaga anak-anak dan isterinya. Seorang guru juga mempunyai amanah untuk mencerdaskan anak bangsa. Bahkan diri kita sendiri adalah pemimpin atas tubuh kita sendiri. Sebagai pemimpin kita wajib menjaga tubuh agar tetap sehat dan jangan sampai berbuat maksiat.
   Dalam Islam, pemimpin mempunyai banyak istilah, di antaranya adalah ra’in, syekh, imam, umara’, kaum, wali dan khalifah, [11]   yang mana masing-masing mempunyai karakteristik dalam peruntukannya.
   Menjadi pemimpin memang bukan sebuah pilihan yang tiba-tiba saja datang menghampiri seseorang. Ada semacam syarat yang harus dipunyai oleh mereka yang pantas memimpin, sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah SAW, antara lain: [12]
1.            Adil
2.            Arif dan bijaksana
3.            Jujur dan Amanah
4.            Lembut sekaligus tegas
5.            Sederhana
6.            Rendah hati
7.            Pemaaf

3.         Peranan Guru Dalam Pendidikan
Peran guru yang dimaksud di sini adalah berkaitan dengan peran guru dalam proses pembelajaran yang merupakan inti dari pendidikan itu sendiri. Guru merupakan faktor penentu yang sangat dominan dalam pendidikan pada umumnya, karena guru lah yang memegang peranan dalam proses pembelajaran,[13] dimana proses pembelajaran tersebut merupakan inti dari proses pendidikan secara keseluruhan.
   Proses pembelajaran merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu, di mana dalam proses tersebut terkandung multiperan dari guru.
   Peranan guru meliputi banyak hal, yaitu guru dapat berperan sebagai pengajar, pemimpin kelas, pembimbing, pengatur lingkungan belajar, perencana pembelajaran, supervisor, motivator, evaluator, yang mana keseluruhan itu memerlukan sikap kepemimpinan.
   Ada beberapa peranan guru yang merupakan cerminan dari kepemimpinannya di dalam proses pembelajaran, sebagaimana yang dinyatakan Rusman (2012) adalah sebagai berikut: [14]
1.            Guru melakukan diagnosis terhadap perilaku awal siswa
2.            Guru merencanakan pembelajaran
3.            Guru melaksanakan proses pembelajaran
4.            Guru sebagai pelaksana administrasi sekolah
5.            Guru sebagai komunikator
6.            Guru harus mampu mengembangkan keterampilan diri
7.            Guru mengembangkan potensi anak
8.            Guru sebagai pengembang kurikulum sekolah

   Tugas guru sesungguhnya sangatlah berat dan rumit karena menyangkut nasib dan masa depan generasi manusia, sehingga kita sering mendengar tuntutan dan harapan masyarakat agar guru harus mampu mencerminkan tuntutan situasi dan kondisi masyarakat ideal di masa mendatang. Akibat tuntutan yang berlebihan sering kali guru menjadi cemoohan masyakarat ketika hasil kerjanya kurang memuaskan dalam artian peserta didik tidak mampu mencapai tujuan pendidikan secara optimal, namun guru sering dilupakan jika peserta didik berhasil menjadi kebanggaan bagi masyarakat, karena yang dipandang adalah orang tuanya, bukan guru yang mendidiknya. Mengingat demikian strategisnya tugas guru, maka guru harus memiliki kompetensi profesional yang memadai.
   Rusman membagi tugas guru menjadi tiga kategori, yaitu:
1.  Tugas profesi;
2.  Tugas guru dalam bidang kemanusiaan di sekolah;
3.  Tugas guru dalam bidang kemasyarakatan. [15]
  
   Tugas guru sebagai tugas profesi adalah bahwa seorang guru harus melakukan proses pendidikan, pengajaran, dan pelatihan. Sejarah senantiasa menceritakan bagaimana guru itu memegang peranan penting dalam menjalan dan mengendalikan pimpinan negara dan kerajaan. Misalnya pada zaman keemasan Islam, [16] zaman-zaman kerajaan, dimana guru menjadi penasihat raja, dan begitu pula pada zaman-zaman Yunani kuno, di mana guru-guru (ilmuwan) mewarnai dan mempengaruhi perjalanan sejarah  Yunani. Tugas guru adalah memberikan pendidikan kepada para peserta didik, dalam hal ini guru harus berupaya agar para siswa dapat meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup. Pada tataran ini guru dituntut untuk dapat menjalankan dan menjadikan pedoman dari nilai-nilai tersebut. Siswa tidak hanya dituntut untuk pandai, akan tetapi siswa dituntut untuk memiliki moral atau akhlak yang baik. Perilaku guru akan sangat berpengaruh pada kepribadian anak, karena konsep guru adalah sosok manusia yang harus “digugu dan ditiru”, sehingga penampilan seorang guru harus memiliki sikap keteladanan.
   Tugas guru adalah memberikan pengajaran kepada peserta didik karena itu guru dituntut untuk terampil dalam menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta dinamika masyarakat yang tidak pernah berhenti harus menjadi perhatian guru. Guru merupakan sosok manusia akademis yang memiliki intelektual yang memadai,[17]  sehingga guru harus selalu memberikan dan menjawab segala kebutuhan siswa dalam menjalankan proses pembelajaran.
   Tugas guru adalah sebagai orang yang dapat memberikan pelatihan kepada peserta didik. Untuk dapat melatih peserta didik sudah tentu guru sendiri harus memiliki berbagai keterampilan dan mampu menerapkannya. [18]  Konsep kepelatihan ini adalah merupakan perwujudan dari upaya guru memberikan keterampilan pada peserta didik. Keterampilan yang dimiliki siswa adalah merupakan bekal bagi para siswa kelak ketika kembali ke tengah-tengah masyakarat.

   Kedua,  tugas guru dalam bidang kemanusiaan di sekolah adalah merupakan perwujudan dari tuntutan bahwa seorang guru harus mampu menjadikan dirinya sebagai orang tua kedua bagi siswa. Guru harus tetap menunjukkan wibawa, tapi tidak membuat siswa menjadi takut karena wibawa yang diterapkannya.
   Ketiga, tugas guru dalam bidang kemasyarakatan. Tugas ini merupakan konsekuensi guru sebagai warga negara yang baik, yang turut mengemban dan melaksanakan apa yang telah digariskan oleh bangsa dan negara lewat Undang Undang Dasar 1945 dan GBHN.
   Semua hal sebagaimana tersebut di atas sesuai dengan prinsip pendidikan yang diusung oleh ki Hajar Dewantara  dengan prinsipnya “ ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, tutwuri andayani”.   Ketiga tugas guru itu harus dilaksanakan secara bersama-sama dalam kesatuan tindakan yang harmonis dan dinamis, karena menurut Ki Hajar Dewantara, Peribahasa itu dalam hidup kita bukan perkataan saja, tetapi senantiasa dalam praktek.[19]  Seorang guru tidak hanya mengajar di dalam kelas saja, tetapi harus mampu menjadi inisiator, motivator, dan dinamisator pembangunan di mana ia bertempat tinggal. Ketiga tugas ini jika dipandang dari segi siswa, maka guru harus memberikan nilai-nilai yang berisi pengetahuan masa lalu, sekarang dan masa yang akan datang, berjiwa luhur dan berbudi pekerti mulia,  semampunya mendahulukan kepentingan orang banyak di atas kepentingan pribadi dan golongan, sehingga tidak mewarisi sifat “kruidenierspolitiek” yang dimiliki oleh penjajah Belanda. [20]  Pengetahuan yang guru berikan kepada siswa harus mampu membuat siswa memilih nilai-nilai hidup yang semakin kompleks dan harus mampu membuat siswa berkomunikasi dengan sesamanya di dalam masyarakat.
4.         Analisis Konsep Kepemimpinan Guru dalam Pendidikan
   Surya mendefinisikan guru yang profesional sebagai guru yang memiliki keahlian, tanggung jawab dan rasa kesejawatan.[21]  Yang dimaksud dengan memiliki keahlian adalah memiliki kompetensi yang layak untuk menjadi guru. Kompetensi disini diartikan sebagai keseluruhan pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diperlukan oleh seseorang dalam kaitan dengan tugas seorang guru. Berkenaan dengan tanggungjawab, guru dalam menjalankan segala aktifitasnya terutama aktifitas profesionalnya haruslah disertai rasa tanggungjawab terhadap Allah SWT, bangsa dan negara, lembaga tempat mengabdi, organisasi profesi, dan kode etik jabatannya.
   Menurut analisa penulis, dari beberapa type kepemimpinan, kepemimpinan guru dalam pendidikan lebih tepat bila menggunakan type kombinasi antara demokratis dan otoriter. Dalam kondisi tertentu yang memang tidak memungkinkan lagi bagi seorang guru bernegosiasi dengan kondisi pembelajaran yang tidak kondusif, maka type otoriter cenderung efektif dalam mengendalikannya.
   Dalam pelaksanaannya, kepemimpinan guru dalam pendidikan tidak hanya sebatas dalam  kelas, karena itu hendaknya perilaku guru dapat memberikan teladan, membangun semangat dan menanamkan pengaruh yang baik supaya anak didik memiliki perilaku yang baik seperti yang ditetapkan dalam tujuan-tujuan pendidikan, dan tidak kalah pentingnya adalah bagaimana memberikan kesadaran bagi anak didik bahwa mereka bertanggungjawab terutama pada diri mereka sendiri,  bahwa apa yang mereka lakukan akan berakibat pada kehidupan mereka di kemudian hari. Untuk itu perlu ditanamkan self-leading bagi mereka dalam pembelajaran, dan hal tersebut merupakan bagian dari tugas guru sebagai pemimpin dalam pembelajaran.
   Ahmad Sudrajat menyebutkan bahwa kepemimpinan guru memfokuskan pada 3 dimensi pengembangan, yaitu:  [22]
Oval: ¬¬¬Siswa1. Pengembangan individu;
2. Pengembangan tim; dan
Oval: ¬¬¬
Kepemimpinan Guru
3 Pengembangan organisasi.









 




   Dimensi pengembangan individu merupakan dimensi utama yang berkaitan dengan peran dan tugas guru dalam memanfaatkan waktu di kelas bersama siswa. Disini guru dituntut untuk menunjukkan keterampilan kepemimpinannya dalam membantu siswa agar dapat mengembangkan segenap potensi yang dimilikinya, sejalan dengan tahapan dan tugas-tugas perkembangannya. Melalui keterampilan kepemimpinan yang dimilkinya, diharapkan dapat menghasilkan berbagai inovasi pembelajaran, sehingga pada gilirannya dapat tercipta peningkatan kualitas prestasi belajar siswa.
   Dimensi pengembangan tim menunjuk pada upaya kolaboratif untuk membantu rekan sejawat dalam mengeksplorasi dan mencobakan gagasan-gagasan baru dalam rangka meningkatkan mutu pembelajaran, melalui kegiatan mentoring, pengamatan, diskusi, dan pemberian umpan balik yang konstruktif. Dimensi yang kedua ini berkaitan upaya pengembangan profesi guru.
   Sedangkan dimensi organisasi menunjuk pada peran guru untuk mendukung kebijakan dan program pendidikan di sekolah (dinas pendidikan), mendukung kepemimpinan kepala sekolah dalam melakukan reformasi pendidikan di sekolah serta bagian dari peran serta guru dalam upaya mempertahankan keberlanjutan  sekolah.
   Ketiga dimensi di atas memberikan gambaran tentang  peran guru dalam memimpin siswanya, peran guru dalam memimpin rekan sejawatnya dan peran guru dalam memimpin komunitas pendidikan yang lebih luas.
   Sehubungan dengan wilayah kepemimpinan guru yang dominan berkenaan dengan pembelajaran di kelas, maka guru diharapkan memiliki keterampilan sebagaimana dinyatakan oleh Made Pidarta [23] tentang keterampilan-keterampilan guru sebagai pemimpin di kelas, yaitu:
1.            Keterampilan konsep
2.            Keterampilan manusiawi
3.            Keterampilan teknik
   Salah satu hambatan terbesar untuk menumbuhkan kepemimpinan guru yaitu masih mendominasinya penerapan model kepemimpinan “top-down” di sebagian besar sekolah. Guru masih seringkali diposisikan sebagai bawahan yang harus tunduk dan taat pada atasan secara taklid. Dalam konteks ini, tentu dibutuhkan dukungan dari semua pihak, terutama dari kepala sekolah untuk rela berbagi kekuasaan dan kewenangan, tanpa harus merasa khawatir akan kehilangan identitas kewibawaannya. Kepala sekolah harus memiliki keyakinan bahwa setiap guru pada dasarnya memiliki potensi kepemimpinan, dan apabila diberi kesempatan untuk mengekspresikan dan mengaktualisasikan potensi kepemimpinannya, mereka bisa tampil sebagai pemimpin-pemimpin hebat, yang dapat dimanfaatkan untuk  semakin memperkuat eksistensi sekolah sekaligus melengkapi kepemimpinan administratif yang menjadi tanggung jawabnya, sehingga guru secara implementatif dapat menjadi orang yang digugu dan ditiru serta menjadi insan yang ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, tut wuri andayani dengan berlandaskan keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
















Kesimpulan
Berbicara masalah kepemimpinan dalam pendidikan seringkali kita terfokus tentang kepemimpinan pendidikan yang lebih cenderung membicarakan tentang kepemimpinan kepala sekolah, padahal kepemimpinan guru adalah bagian yang sangat esensial bagi pendidikan.
            Dalam pelaksanaannya, kepemimpinan guru dalam pendidikan tidak hanya sebatas dalam  kelas, karena itu hendaknya perilaku guru dapat memberikan teladan, membangun semangat dan menanamkan pengaruh yang baik supaya anak didik memiliki perilaku yang baik seperti yang ditetapkan dalam tujuan-tujuan pendidikan, dan tidak kalah pentingnya adalah bagaimana memberikan kesadaran bagi anak didik bahwa mereka bertanggungjawab terutama pada diri mereka sendiri,  bahwa apa yang mereka lakukan akan berakibat pada kehidupan mereka di kemudian hari. Untuk itu perlu ditanamkan self-leading bagi mereka dalam pembelajaran, dan hal tersebut merupakan bagian dari tugas guru sebagai pemimpin dalam pembelajaran.
            Tugas guru dibedakan menjadi tiga, yaitu: 1.  Tugas profesi; 2.  Tugas guru dalam bidang kemanusiaan di sekolah; 3.  Tugas guru dalam bidang kemasyarakatan.
            Sehubungan dengan wilayah kepemimpinan guru yang dominan berkenaan dengan pembelajaran di kelas, maka guru diharapkan memiliki keterampilan sebagaimana dinyatakan oleh Made Pidarta  tentang keterampilan-keterampilan guru sebagai pemimpin di kelas, yaitu:  Keterampilan konsep,   Keterampilan manusiawi, dan keterampilan teknik.
            Peran guru dalam kepemimpinannya hendaknya menjadi teladan, inisiator, dan motivator yang seiring dengan konsep pendidikan Ki Hajar Dewantara ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, tut wuri andayani. Pada intinya, konsep kepemimpinan guru merupakan konsep kombinatif karena tidak terlepas dari peranan sosiologis, psikologis dan budaya masyarakat belajar yang ada dalam wilayah kepemimpinannya.







Daftar  Pustaka


A. Dale Timpe, The Art and Science of Business Management Leadership (terjemah), Jakarta: PT. Gramedia, Cet.  5, 2002.  

Darmaningtyas, Pendidikan Rusak-Rusakan, Yogyakarta: LkiS, Cet. I, 2005.

Edward Sallis, Total Quality Management In Education: Third Edition, London: Kogan Page, 2002

Ensiklopedia Hadits kutubussittah-Shahih Muslim, Jakarta: Al-Mahira, Cet. I, 2012.

Heri Kurniawan, Leadership of Muhammad, Yogyakarta: Quantum, Cet. I, 2013.

Indrayanto, dkk., Pengantar Administrasi Pendidikan, Yogyakarta: Idea Press, Cet. I, 2009.

Johannes Pedersen, Fajar Intelektualisme Islam (edisi Bahasa Indonesia). Bandung: Mizan. Cet. I, 1996.

Ki Hajar Dewantara, Bagian I – Pendidikan, Yogyakarta: Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa, Cet. II, 1977.

Kunandar, Guru Profesional; Implementasi KTSP dan Sukses Dalam Sertifikasi Guru. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, Cet. 7., 2011.

M. Natsir, Capita Selecta, Bandung: W. Van Hoeve, 1954.

M. Surya, Psikologi Pembelajaran dan Pengajaran,  Bandung: Yayasan Bhakti Winaya, 2003.

Made Pidarta, Manajemen Pendidikan Indonesia, Jakarta: Bina Aksara, Cet. I, 1988.

Mohammad Hatta, Kumpulan Karangan, Bulan Bintang, Cet. II, 1976.

Rusman, Seri Manajemen Sekolah Bermutu; Model-Model Pembelajaran, mengembangkan profesionalisme guru, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, Cet. 5, 2012.

Syafaruddin dan Anzizhan, Sistem Pengambilan Keputusan Pendidikan, Jakarta: Grasindo, Cet. I, 2004.

Sufyarma, Kapita Selekta Manajemen Pendidikan, Bandung: Alfabeta, Cet. 2. 2004.

Veithzal Rivai, Islamic Leadership: membangun superleadership melalui kecerdasan spritual, Jakarta: Bumi Aksara, Cet. I, 2009.

Akhmad Sudrajat dalam http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2013/05/02/kepemimpinan-guru-teacher-leadership/ diakses pada tanggal 01 November 2013




[1] Indrayanto, dkk., Pengantar Administrasi Pendidikan, Yogyakarta: Idea Press, Cet. I, 2009. Hlm. 26
[2] Syafaruddin dan Anzizhan, Sistem Pengambilan Keputusan Pendidikan, Jakarta: Grasindo, Cet. I, 2004. Hlm. 36.
[3] Sufyarma, Kapita Selekta Manajemen Pendidikan, Bandung: Alfabeta, Cet. 2. 2004. Hlm.187
[4] Kunandar, Guru Profesional; Implementasi KTSP dan Sukses Dalam Sertifikasi Guru. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, Cet. 7., 2011. Hlm. 1
[5] A. Dale Timpe, The Art and Science of Business Management Leadership (terjemah), Jakarta: PT. Gramedia, Cet.  5, 2002. Hlm. 131.
[6] A. Dale Timpe, Kepemimpinan: Seri Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta: PT. Gramedia, Cet. 5, 2002. Hlm. 130
[7] Syafaruddin dan Anzizhan, Sistem Pengambilan Keputusan Pendidikan, Jakarta: Grasindo, 2004. Hlm. 39.
[8] Veithzal Rivai, Islamic Leadership: membangun superleadership melalui kecerdasan spritual, Jakarta: Bumi Aksara, Cet. I, 2009. Hlm. 51.
[9] Darmaningtyas, Pendidikan Rusak-Rusakan, Yogyakarta: LkiS, Cet. I, 2005. Hlm. 212
[10] Ensiklopedia Hadits kutubussittah-Shahih Muslim, Jakarta: Al-Mahira, Cet. I, 2012. Hadits Nomor 3408
[11] Heri Kurniawan, Leadership of Muhammad, Yogyakarta: Quantum, Cet. I, 2013. Hlm. 4-9.
[12] Heri Kurniawan, Leadership ….. Hlm. 23-46
[13] Rusman, Seri Manajemen Sekolah Bermutu; Model-Model Pembelajaran, mengembangkan profesionalisme guru, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, Cet. 5, 2012. Hlm. 58
[14] Rusman, Seri Manajemen….. Hlm. 59-66
[15] Rusman, Seri Manajemen ….. Hlm. 73
[16] Johannes Pedersen, Fajar Intelektualisme Islam (edisi Bahasa Indonesia). Bandung: Mizan. Cet. I, 1996. Hlm. 38
[17] Lihat: M. Natsir, Capita Selecta, Bandung: W. Van Hoeve, 1954. Hlm. 3-30  tentang sejarah pemikiran dan peradaban Islam pada Daulah Abbasyiyyah yang menempatkan guru pada posisi mulia dengan penghargaan  dan penghormatan tanpa membedakan agama dan keyakinan.
[18] Lihat : Edward Sallis, Total Quality Management In Education: Third Edition, London: Kogan Page, 2002. Hlm. 65. Penelitian Peters dan Austin menyebutkan bahwa gaya kepemimpinan MBWA (management By Walking About) atau managemen dengan melaksanakan, merupakan manajemen yang efektif dalam pendidikan. dan kepemimpinan memiliki andil yang besar dalam menentukan mutu dalam sebuah institusi.
[19] Ki Hajar Dewantara, Bagian I – Pendidikan, Yogyakarta: Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa, Cet. II, 1977. Hlm. 7
[20] Mohammad Hatta, Kumpulan Karangan, Bulan Bintang, Cet. II, 1976. Hlm. 400.
[21] M. Surya, Psikologi Pembelajaran dan Pengajaran,  Bandung: Yayasan Bhakti Winaya, 2003. Hlm. 141
[22] Akhmad Sudrajat dalam http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2013/05/02/kepemimpinan-guru-teacher-leadership/ diakses pada tanggal 01 November 2013
[23] Made Pidarta, Manajemen Pendidikan Indonesia, Jakarta: Bina Aksara, Cet. I, 1988. Hlm. 219.